Menuju Keberhasilan Pendidikan Karakter di Purwakarta

Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi selama ini dikenal sebagai pengusung gerakan kebudayaan. Sejauh ini kata ‘budaya’ seringkali disalahartikan sebagai kesenian. Padahal yang dimaksud gerakan kebudayaan oleh Dedi Mulyadi itu sesuai pengertian aslinya, yaitu budi-daya (yang memuat spirit pembangunan akal budi/rasionalitas/pemikiran dan mentalitas hidup). Dengan kata lain, budaya yang dimaksud dalam konteks ini adalah pembangunan karakter.
Dalam pengertian itu, patut kiranya kita melihat hakikat kebudayaan yang dipraktikkan dalam konteks pendidikan karakter yang diterapkan di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Ini sangat menarik karena nyata-nyata apa yang diperjuangkan Dedi Mulyadi melalui perjuangan penuh liku tersebut mewujud menjadi prestasi melalui sekolah-sekolah.
Di Purwakarta itu juga, semangat “Revolusi Mental” sudah berjalan bahkan sebelum Presiden Joko Widodo menggulirkan ide tersebut. Berikut ini hanya sebagian dari prestasi Dedi Mulyadi dalam gerakan kebudayaan melalui bidang pendidikan:
Atikan Tujuh Poe
Bupati Dedi Mulyadi membuat sejumlah terobosan di bidang pendidikan karakter di Kabupaten Purwakarta. Terobosan itu tertuang dalam Peraturan Bupati Nomor 69 Tahun 2015 tentang Pendidikan Berkarakter. Salah satu di antaranya, berpijak pada kearifan lokal.
Dedi menggulirkan program yang disebut Atikan Tujuh Poe Istimewa Purwakarta (Pendidikan Tujuh Hari Istimewa Purwakarta). Program ini dideklarasikan pada 26 Maret 2014. Sesuai dengan namanya, melalui program ini tema kegiatan pendidikan di sekolah berbeda-beda setiap hari.
Hari Senin mengusung tema “Ajeg Nusantara”. Pada hari ini siswa dikenalkan dengan nusantara, mulai dari budaya, potensi, hingga kekayaan alamnya. Anak Indonesia sudah seharusnya mengenal nusantara.
Hari Selasa bertema “Mapag Buana”, yang berarti menjemput dunia. Siswa juga harus lebih mengenal dunia. Anak-anak di Purwakarta harus mengenal dunia, baik budaya maupun ilmu pengetahuannya. Untuk meningkatkan motivasi bahwa anak Indonesia pun bisa berbicara di dunia sehingga anak-anak kita sudah siap dengan datangnya peradaban dunia.
Hari Rabu bertema “Maneuh di Sunda”,  yang muatannya berisi pendidikan khas Sunda. Pada hari Rabu semua pelajar diwajibkan memakai pangsi, iket, serta kebaya sebagai simbol orang Sunda. Maneuh di Sunda merupakan bagian dari upaya mengenalkan kultur daerah dan potensi, khususnya potensi dan kultur masyarakat Sunda.
Hari Kamis bertema “Nyanding Wawangi”. Untuk menjadikan pelajar Purwakarta berkarakter, salah satu upayanya menyukai estetika budaya serta mewarisi jiwa seni. Tujuannya, agar bisa bisa membawa harum tanah airnya. Pada hari ini siswa khusus belajar estetika, sastra, mendekorasi ruangan, dan sebagainya.
Hari Jumat bertema “Nyucikeun Diri”, berisi penanaman nilai spiritual dan kebersihan lingkungan. Sebagai umat beragama, pelajar Purwakarta harus menjaga kesucian hati, jiwa, dan pikiran agar tetap terjaga dan selalu dekat dengan Tuhan dengan cara beribadah.
Hari Sabtu dan Minggu bertema “Betah di Imah”, yang dapat diartikan para siswa Purwakarta harus merasa nyaman berada di rumah masing-masing dengan bersikap saling membantu pekerjaan di rumah. Setiap pelajar diharapkan bisa saling mengenal dengan sesama anggota keluarganya.
viva.co.id

Tolong Bagikan Artikel ini

Berlangganan via email

Related Posts

Previous
Next Post »