Kenali Lebih Dekat Apa itu Hama Gulma

Selain hama dan penyakit yang menyerang tumbuhan dan merugikan petani, gulma juga perlu mendapat perhatian khusus. Pada petani kadang kurang memperhatikan gulma sehingga dalam kurun waktu tertentu populasi gulma sudah melebihi batas. Gulma – gulma ini akan berkompetisi dengan tanaman utama dalam mendapatkan unsur hara yang diperlukan pertumbuhannya. Gulma dapat menjadi tempat persembunyian hama. Pembersihan gulma sangat penting untuk menekan perkembangan hama yang dapat menyerang tumbuhan.
Berdasarkan karaktristik yang dimiliki, gulma dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu teki, rumput, dan gulma daun lebar.
1. Teki
Kelompok teki – tekian memiliki daya tahan luar biasa terhadap pengendalian mekanis, karena memiliki umbu batang di dalam tanah yang mampu bertahan berbulan – bulan. Contohnya adalah teki ladang (Cyperus rotundus).
2. Rumput
Gulma dalam kelompok ini berdaun sempit seperti teki tetapi menghasilkan stolon. Stolon ini di dalam tanah berbentuk jaringan rumit yang sulit diatasi secara mekanik. Contohnya adalah alang – alang (Imperata cylindrica).
3. Gulma daun lebar
Berbagai macam gulma dari ordo Dicotyledoneae termasuk dalam kelompok ini. Gulma ini biasanya tumbuh pada akhir masa budi daya. Kompetisi terhadap tanaman utama berupa kompetisi cahaya. Contoh dari gulma berdaun lebar ini adalah daun sendok.
“Pengendalian Gulma”
Pengendalian gulma memerlukan strategi yang khas untuk setiap kasus. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sebelum melakukan pengendalian gulma antara lain sebagai berikut :
a) Jenis gulma dominan
b) Tanaman budi daya utama
c) Alternatif pengendalian yang tersedia
d) Dampak ekonomi dan ekologi
Saat ini cukup banyak hebisida (pembasmi gulma) yang tersedia di toko pertanian. Meskipun demikian, kita perlu hati – hati dalam memilih dan menggunakan herbisida. Memperhatikan cara pemakaian herbisida dengan benar sangatlah dianjurkan.
Tujuan pembersihan gulma antara lain untuk mengurangi tumbuhan pengganggu yang akan menjadi pesaing tanaman utama. Selain itu juga karena gulma merupakan inang alternetif dan tempat persembunyian hama penyakit.
Setelah mempelajari tentang gulma yang selalu merugikan manusia, ada juga gulma yang tidak merugikan bagi siapapun, yaitu tanaman Rosela (Hibiscus sabdariffa l.), entah kenapa tanaman ini termasuk gulma, kami mendapatkan ini dari satu media Internet yang membahas tentang hama dan penyakit tumbuhan. Padahal pengertian dari gulma itu sendiri yaitu tanaman pengganggu yang menekan pertumbuhan hama dan penyakit, dilihat dari sisi manfaat tanaman rosela banyak sekali, antara lain mengatasi batuk, lesu, demam, gusi berdarah, penahan kekejangan, anti cacing, anti bakteri, anti septik, menurunkan kolesterol dalam darah, asam urat. Melihat dari manfaat – manfaat tanaman ini, tanaman ini tidak menunjukkan tanaman yang mendatangkan penyakit bagi manusia, malah kebalikannya, tanaman ini dapat menyembuhkan beberapa penyakit manusia, jadi mengapa banyak orang yang menyebut tanaman ini menjadi tanaman gulma? Karena tanaman rosela ini mudah sekali terserang penyakit dan menularkannya ke tumbuhan lain, dan banyak sekali hewan – hewan hama hinggap di daun / batangnya

Bagaimana Cara Mengatasi Hama atau penyakit pada Padi


Tingkat kerusakan tanaman akibat serangan hama sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat hama dalam cara menyerangnya. Beberapa jenis hama hanya menyerang sasaran utama bagian daun atau batang, dahan, akar, ubi, bunga, buah, dan biji, namun ada pula hama yang menyerang lebih dari satu bagian tanaman.
Macam pengendalian organisme pengganggu tanaman berapa teknik pengendaliannya antara lain:
1.    Pengendalian Secara Kultur Teknik
Pengendalian tersebut merupakan pengendalian yang bersifat preventif, dilakukan sebelum serangan hama terjadi dengan tujuan agar populasi OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) tidak meningkat sampai melebihi ambang kendalinya. Menurut Pedigo (1996) dalam Untung (2006) sebagian besar teknik pengendalian secara budidaya dapat dikelompokan menjadi empat dengan sasaran yang akan dicapai, yaitu 1) mengurangi kesesuaian ekosistem, 2) Mengganggu kontinuitas penyediaan keperluan hidup OPT, 3) Mengalihkan populasi OPT menjauhi tanaman, dan 4) Mengurangi dampak kerusakan tanaman. Beberapa contoh dari pengendalian OPT secara kultur teknis:
a.    Menggunakan varietas domestik yang tahan: karakteristik dari varietas domestik adalah memiliki ketahanan yang lebih baik karena cocok terhadap lingkungannya.
b.    Rotasi Tanaman: pergiliran atau rotasi tanaman yang baik adalah bila jenis tanaman yang ditanam pada musim berikutnya, dan jenis tanaman tersebut bukan merupakan inang hama yang menyerang tanaman yang ditanam pada musim sebelumnya. Dengan pemutusan ketersediaan inang pada musim berikutnya populasi hama yang sudah meningkat pada musim sebelumnya dapat ditekan pada musim berikutnya. Rotasi tanaman paling efektif untuk mengendalikan hama yang memiliki kisaran makanan sempit dan kemampuan migrasi terbatas terutama pada fase yang aktif makan.
c.    Menghilangkan tanaman yang rusak. Tanamn yang terkena serangan hama maupun patogen sebaiknya dibersihkan dari kawasan budidaya.
d.   Pengolahan Tanah: pengerjaan tanah dapat dimanfaatkan untuk pengendalian instar hama yang berada dalam tanah. Misal:
- Pengolahan tanah sangat efektif untuk membunuh telur belalang kembara (Locusta migratoria) yang selalu diletakan di dalam tanah.
- Hama akar seperti lundi (Holotricia helleri) mempunyai fase larva dan pupa di dalam tanah, sehingga pengolahan tanah dapat mengangkat pupa dan memutus siklus perkembangannya.
e.    Tumpang Sari dan variasi penanamn serta pemanenan: tumpang sari dapat mengendalikan suatu opt akibat keberadaan tanaman yang bukan inangnya. Sedangkan variasi waktu panen akan memutuskan siklus hidup hama. Misalnya:
- Panen dilakukan secara bertahap dari satu lajur atau setrip ke lajur yang lain pada hari berikutnya. Diharapkan populasi hama tidak keluar dari petak hamparan tetapi pindah dari bagian yang telah dipanen ke bagian pertanaman yang lebih muda dan belum dipanen.
- Tumpang sari antara kentang dan bawang daun, tagetes ataupun lobak relatif dapat menekan populasi hama penting tanaman kentang (Setiawati, 2005).
f.               Pemangkasan dan Penjarangan: kegiatan pemangkasan terkait dengan kebersihan tanaman. Sedangkan penjarangan terkait dengan jarak tanam optimum suatu tanaman.
- Pemangkasan pada beberapa tanaman terutama bagian yang terkena infeksi sehingga tidak menyebar ke bagian tanaman yang lain.
- Penjarangan tanaman dapat meningkatkan produktifitas. Jarak tanam dapat pula mempengaruhi populasi hama. Pada tanaman padi, jarak yang terlalu dekat menguntungkan perkembangan dan kehidupan wereng coklat.
g.    Pemupukan: tindakan pemupukan juga dapat mempengaruhi keberadaan OPT. beberapa pengeruh pemupukan terhadap serangan OPT antara lain:
- Optimalisasi pemupukan N dapat mengurangi serangan OPT karena pemupukan N yang berlebihan akan menjadikan tanaman sukulen dan mudah terserang OPT.
- Pemberian pupuk mikro dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan OPT.
2.    Pengendalian Secara Hayati (Biological Methods)
Merupakan taktik pengelolaan hama yang dilakukan secara sengaja memanfaatkan atau memanipulasikan musuh alami untuk menurunkan atau mengendalikan populasi hama. Musuh alami yang berupa parasitoid, predator dan patogen dikenal sebagai fator pengatur dan pengendali populasi serangga yang efektif karena sifat pengaturannya yang tergantung kepadatan populasi inang atau mangsa. Peningkatan populasi inang akan ditanggapi secara numerik (respon numerik) dengan meningkatkan jumlah predator dan secara fungsional (respon fungsional) dengan meningkatkan daya makan per musuh alami. Beberapa tindakan antara lain:
a.    pengendalian hayati dengan parasitoid dan predator.
b.    Introduksi, perbanyakan dan penyebaran musuh alami.
c.    perlindungan dan dorongan musuh alami.
3.    Pengendalian Secara Mekanis dan Fisik.
Mengendalikan menggunakan tindakan-tindakan antara lain Mematikan hama, Mengganggu aktivitas fisiologis hama yang normal dengan cara non-pestisida, mengubah lingkungan sedemikian rupa sehingga lingkungan menjadi kurang sesuai bagi kehidupan OPT. Beberapa tindakan tersebut yaitu:
a.    penghancuran dengan tangan. Cara ini dailkukan dengan mencari adanya hama dan selanjutnya dilakukan pemusnahan. Fase hidup hama yang dikumpulkan dan dibunuh adalah yang mudah dtemukan seperti telur dan larva. Atau dapat pula mengumpulkan bagian tanaman yang terserang hama.
b.    Menutup dengan jaring atau paranet. Dapat dilakukan untuk mencegah masuknya atau mengganggunya ngengat yang akan berkembang biak pada tanaman.
c.    Perangkap. Menggunakan alat perangkap yang disesuaikan berdasarkan jenis hama dan fase hama yang akan ditangkap.
d.   perlakuan panas. Faktor suhu dapat mempengaruhi penyebaran, frekuenditas, kecepatan perkembangan, lama hidup dan mortalitas hama. Setiap perubahan faktor fisik mempengaruhi berbagai parameter kehidupan tersebut.
e.    penggunaan lampu perangkap. Dipengaruhi oleh adanya daya tarik serangga terhadap cahaya lampu fungsi utama lampu ini hanya menarik perhatrian serangga yang selanjutnya ketika sudah terkumpul dapat dikendalikan dengan ditangkap.
f.               Suara. Penggunaan gelombang suara. Secara teoritik ada tiga metode pengendalian menggunakan suara. Penggunaan intensitas suara yangs angat tinggi sehingga dapat merusak serangga, Penggunaan suara lemah guna mengusir serangga, dan Merekam dan memperdengarkan suara yang diproduksikan serangga guna mengganggu parilaku serangga sasaran.
4.    Pengendalian Secara Kimiawi
Pengendalian dengan cara ini merupakan pengendalian yang biasanya dilakukan sebagai alternatif terakhir. Karena kebanyakan masing menggunakan bahan kimia sintetik yang membahayakan. Akan tetapi pada dasarnya penggunaan bahan kimia untuk pengendalian OPT tidak serta merta membasmi keseluruhan opt dengan membunuhnya. Bahan kimia yang banyak dikenal untuk melakukan pemberantasan hama adalah pestisida. Di bidang pertanian penggunhaan pestisida mampu menekan kehilangan hasil tanaman akibat serangan hama dan penyakit yang memungkinkan peningkatan produksi pertanian dapat dicapai.
5.    Pengendalian Secara Genetik
Pengendalian ini lebih ditujukan terhadap usaha-usaha rekayasa genetik untuk menciptakan tanaman yang tahan terhadap serangan OPT tertentu ataupun dengan memanipulasi genetik OPT sehingga opt tersebut tidak dapat berkembang biak. Beberapa tindakan yang termasuk kedalam pembahasan bab ini adalah:
a.    Penggunaan varietas tahan. Merupakan pengendalian paling efektif, murah dan kurang berbahaya bagi lingkungan. Varietas tahan diperoleh melalui serangkaian penelitian dengan memecahkan kelemahan dari hama tertentu. Teknik pengembangan tanaman tahan hama sengaja memanfaatkan proses pembentukan sifat ketahanan dan perlawanan tanaman terhadap serangan serangga herbivora yang terjadi secara koevolusioner di alam. Beberapa contoh pengendalian ini adalah:
- penggunaan Varietas Unggul Tahan Wereng (VUTW) terbukti mampu mengendalikan haam wereng coklat padi di Indonesia.
- Salah satu varietas jagung yang mengandung 2,4-hydroxy-7-methoxy-2H-1,4-benxoaxazin-3(4H)-one (DIMBOA) pada jagung untuk memperoleh ketahanan terhadap penggerek batang jagung Ostrinia (Untung, 2006).
b.    Pengendalian Dengan Serangga Mandul. Disebut juga teknik otosidal merupakan teknik pengendalian hama dengan pemab\ndulan serangga jantan, serangga betina atau keduanya. Serangga mandul sudah mulai banyak diupayakan katrena efektifitasnya mengurangi populasi serangga tersebut. Misalnya dengan melepas jantan atau betina mandul, maka ketika terjadi perkawinan, tidak lah terbentuk keturunan dan dalam jangka waktu tertentu akan sangat mengurangi populasi hama tersebut. Beberapa contoh pengendalian dengan pemandulan hama:
- Teknik pelepasan jantan mandul secara besar-besaran pernah dilakukan di Florida, Puerto Rico dan Amerika Selatan untuk pengendalian “screwworm” Cochliomyia hominivorax yaitu lalat ayang menyerang ternak.
- Dapat pula dipadukan dengan teknik pengendalian hayati, yaitu pelepasan telur Habrobracon hebetor lebih efektif mengendalikan hama Ephestia cautella bila jenis jantan dimandulkan terlebih dahulu.
6.    Pengendalian Menggunakan Regulasi Atau Tata Peraturan.
Salah satu alternatif pengendalian OPT adalah dengan menggunakan peraturan yang telah diterapkan pemerintah setempat. Peraturan-peraturan yang telah dibuat pada dasarnya ditujukan untuk mempersempit penyebaran OPT ke daeerah lain maupun mengatur tindakan-tindakan yang sekiranya dapat menimbulkan adanya serangan OPT. Beberapa tindkan pengendalian menggubnakan regulasi diantaranya:
a.    Karantina Tanaman Dan Binatang. Dengan adanya tata aturan mengenai karantina yaitu suatu tindakan isolasi terhadap suatu barang dalam hal ini adalah tanaman dan binatang sebelum di manfaatkan secara luas di suatu wilayah, maka penyebaran OPT yang adpat disebabkan dari luar adaerah dapat dihindari. Dasar hukum pelaksanaan karantina adalah UU No 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. Beberapa contoh pengaruh karantina terhadap pencegahan penyebaran adalah:
- Pemberian kategori Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) seprti OPTK golongan 1 kategori A1 yaitu Corynebacterium flaccumfaciens, bakteri yang menyerang benih kedelai yang masih beredar di USA.
- Klasifikasi OPTP (Organisme Pengganggu Tumbuhan Penting) misalnya pada kasus OPTP penting adalah penyakit rebah kecambah (Phytium sp.),penyakit Tilletia caries pada gandung yang sering terbawa oleh benih.
b.    Program Pemberantasan dan Penekanan. Bebrapa tindakan pemberantasan dan penekanan terhadap perkembangan OPT telah dilakukan antara lain:
- Mengganti tanaman Kopi Arabika yang notabene lebih enak akan tetapi mudah terserang Hemilia vastatrix dengan Kopi robusta.
- Pemusnahan dengan membakar, menghancurkan maupun mengubur OPT maupun bagian yang terserang untuk menghindari penyebaran.




A.  Penutup
Dari uraian dan penjelasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :
  1. Pengendalian secara hayati berupaya untuk mempertahankan dan meningkatkan sumberdaya alam serta memanfaatkan proses-proses alami.
  2. Penelitian tentang pengendalian OPT secara hayati tidak bertujuan untuk meningkatkan produksi pertanian dalam jangka pendek, namun untuk mencapai tingkat produksi stabil dan memadai dalam jangka panjang
  3. Pengetahuan dan pemahaman yang cukup terhadap OPT dengan penyakit yang ditimbulkannya terutama kalau dikaitan dengan tanaman inang, pola tanam, system pertanian, daya dukung lahan dan system pengendalian pada waktu tertentu perlu diantisipasi dengan cermat dan baik.
  4. Dalam menerapkan pengendalian hayati di lapangan, keperdulian unsur-unsur terkait (peneliti/pakar, penyuluh/petugas proteksi tanaman, petani, tokoh masyarakat, pengambil keputusan perlu terpadu dengan aktif.
  5. Proses pengendalian hayati harus berkelanjutan dan kesempatan sebagai komponen yang kuat dalam PHT akan terwujud dengan menggiatkan koordinasi untuk melakukan eksplorasi, pengadaan agensia, penggunaan di lapangan dan evaluasi terus menerus.
  6. Peluang dan prospek pengendalian hayati penyakit tanaman cukup besar untuk dikembangkan di Indonesia.


Semoga Bermanfaat, Salam Hangat Desa Parakan Salam..

Berinvestasi Jati : tidak tahu bagaimana caranya menanam pohon jati

Menanam pohon jati akan membantu mengatasi masalah kekurangan pasokan kayu jati ke pasaran dalam maupun luar negeri di masa yang akan datang. Pada saat ini pasokan kayu jati lokal diperkirakan hanya mampu memenuhi kurang dari 30% jumlah permintaan yang ada. Situasi ini menyebabkan harga kayu jati terus meningkat dari tahun ke tahun. Di lain pihak permintaan ekspor atas produk hasil olahan kayu dan mebel meningkat tajam, yang akhirnya memperbesar jurang antara jumlah pasokan dan permintaan.
Investasi dalam budi daya jati merupakan suatu pemanfaatan dana yang bijaksana. Pada saat yang bersamaan mampu mencapai berbagai tujuan yang memberi keuntungan kepada: lingkungan hidup, perekonomian masyarakat sekitar, pemerintah, tabungan hari tua untuk diri sendiri, anak-cucu atau ahli waris. Ini merupakan suatu alternatif yang jauh lebih menarik dibanding bentuk perlindungan hari tua yang ada selama ini seperti asuransi, tabungan, saham, dll. Tingkat keuntungan yang sangat tinggi disertai sifat alamiah objek investasi pohon itu sendiri yang pertumbuhannya dapat diproyeksi dan juga resisten terhadap fluktuasi dan gangguan ekonomi.
Sifat alamiah produk ini juga unik karena semakin lama dibiarkan dengan pertumbuhannya maka akan semakin besar ukuran batangnya, dan akhirnya akan meningkatkan nilai jual produk kayu yang dihasilkannya. Tingkat pengembalian investasi dalam budi daya tanaman kayu keras dan unggul dikategorikan sebagai suatu bentuk investasi 'hard asset' yang mampu memberikan tingkat perlindungan tinggi terhadap gejolak inflasi dan penurunan nilai mata uang.
Sebelum mengetahui cara menanam pohon Jati, perlu dipelajari terlebih dahulu seluk beluk pohon jati tersebut, yang merupakan kayu komersial dengan harga jual yang tinggi, dapat dijadikan investasi masa depan. 

Sejarah Pohon Jati 

Jati (Tectona grandis L.f.) terkenal sebagai kayu pohon komersial bermutu tinggi yang sering dijadikan kayu furniture, termasuk dalam famili Verbenaceae. Penyebaran alami meliputi negara-negara India, Birma, Kamboja, Thailand, Malaysia dan Indonesia. Di Indonesia tanaman jati terdapat di beberapa daerah seperti Jawa, Muna, Buton, Maluku dan Nusa Tenggara.
jati
Pohon Jati cocok tumbuh di daerah musim kering agak panjang yaitu berkisar 3-6 bulan per tahun. Besarnya curah hujan yang dibutuhkan rata-rata 1250-1300 mm/tahun dengan temperatur rata-rata tahunan 22-26° C. Daerah-daerah yang banyak ditumbuhi Jati umumnya tanah bertekstur sedang dengan pH netral hingga asam. Menurut T.Altona, penanaman jati yang pertama dilakukan oleh orang hindu yang datang ke Jawa. Sehingga terkesan, jati didatangkan oleh orang hindu atau negeri hindulah tempat asli dari jati. Pendapat ini diperkuat oleh seorang ahli botani, Charceus yang mengatakan bahwa jati di Pulau Jawa berasal dari India yang dibawa sejak tahun 1500 SM sampai abad ke- 7 Masehi.

Kontroversi ini kemudian terjawab dengan penelitian marker genetik menggunakan teknik isoenzyme yang dilakukan oleh Kertadikara pada tahun 1994. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa jati yang tumbuh di Indonesia (Jawa) merupakan jenis asli. Jati ini telah mengalami mekanisme adaptasi khusus sesuai dengan keadaan iklim dan edaphis yang berkembang puluhan hingga ratusan ribu tahun sejak zaman quarternary dan pleistocene di asia Tenggara.
Kayu jati termasuk kelas kuat I dan kelas awet II. Penyebab keawetan dalam kayu teras Jati adalah tectoquinon (2-methylanthraquinone). Kayu jati mengandung 47,5% sellulosa, 30% lignin, 14,5% pentosan, 1,4 % abu dan 0,4-1,5% silika.

Kayu Jati banyak digunakan untuk berbagai keperluan. Beberapa kalangan masyarakat merasa bangga apabila tiang dan papan bangunan rumah serta furniture perabotannya terbuat dari Jati. Berbagai konstruksi pun terbuat dari Jati seperti bantalan rel kereta api, tiang jembatan, balok dan gelagar rumah, serta kusen pintu dan jendela. Pada industri kayu lapis, Jati digunakan sebagai finir muka karena memiliki serat gambar yang indah. Dalam industri perkapalan, kayu Jati sangat cocok dipakai untuk papan kapal yang beroperasi di daerah tropis.

Perkembangan teknologi khususnya dalam bidang rekayasa genetik (Pemuliaan Pohon / Tree Improvement) telah menghadirkan jati varietas unggul. Jati yang dihasilkan diharapkan memiliki keunggulan komparatif berdaur pendek (± 15 tahun), sedikit cabang, batang lurus dan silendris. Bila batang pohon jati tidak silendris, menyebabkan kualitasnya menjadi rendah.

Beberapa ahli kehutanan menyatakan bahwa semua jenis pohon penghasil kayu cepat tumbuh akan menghasilkan kualitas kayu (kelas awet dan kelas kuat) yang lebih rendah dibandingkan dengan pohon dengan umur maksimal. Di sisi lain, beberapa pengusaha kayu menuturkan bahwa masalah kualitas kayu sudah dapat dipecahkan dengan teknologi industri. Sifat mudah diolah dan dibentuk dari pohon cepat tumbuh dapat didifusikan sesuai keinginan pasar. Tingkat kekerasannya pun dapat direkayasa dengan teknik pengovenan.

Sumber Benih Pohon jati

Untuk perbanyakan tanaman jati, diperhitungkan juga faktor reproduksi tanaman dimana pohon jati yang telah melewati masa juvenil akan segera berbunga, berbuah dan menghasilkan benih yang akan dipergunakan untuk kegiatan penanaman.
Sumber benih adalah suatu individu atau tegakan baik yang tumbuh secara alami (hutan alam) ataupun yang ditanam (hutan tanaman) yang digunakan (ditunjuk, dibangun dan dikelola sebagai sumber benih). 

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 85/Kpts-II/ 2001, ada 6 klas atau kategori sumber benih tanaman hutan sebagai berikut:
- Zona pengumpulan benih, 
- Tegakan benih teridentifikasi, 
- Tegakan benih terseleksi, 
- Areal produksi benih (APB), 
- Tegakan benih provenan dan 
- Kebun benih.


Keberhasilan dan kualitas tanaman sangat tergantung kepada sumber benih yang digunakan. Benih dari Areal Produksi Benih (APB) yang terbaik dapat meningkatkan volume 5-12% dibandingkan benih dari tegakan benih. Penggunaan benih dari kebun benih klonal dapat menghasilkan peningkatan volume 5-10% dibandingkan dengan APB. Sedangkan penggunaan benih dari kebun benih klonal dapat menghasilkan peningkatan volume sebesar 12 % dibandingkan dengan tegakan benih.

Pohon plus jati di Jawa terdapat sebanyak 182 pohon, tersebar di Jawa Tengah sebanyak 111 pohon (8 KPH) dengan produksi benih 55,5 - 333 kg/tahun, di Jawa Timur sebanyak 53 pohon (6 KPH) dengan produksi benih 26,5 - 159 kg/tahun, sedangkan di Jawa Barat sebanyak 18 pohon (8 KPH) dengan produksi benih 9 - 54 kg/tahun. 

Menanam Pohon Jati

Jati telah lama ditanam dan dibudidayakan di Indonesia oleh negara (Perhutani) maupun oleh masyarakat. Pengetahuan dan pengalaman menanam jati sudah banyak diketahui baik secara konvensional (biji) maupun secara terpadu yaitu penerapan silvikultur intensif, penanaman jati klon unggul, rekayasa genetik dan sebagainya. Secara garis besar, pengadaan bibit jati dapat dilakukan melalui dua cara yaitu secara generatif dan secara vegetatif.

Secara generatif, pengadaan bibit jati dilakukan dengan menggunakan biji. Biji jati yang akan digunakan dipilih yang masih baru, karena biji jati yang telah disimpan sangat mudah berkurang daya kecambahnya. Buah jati termasuk jenis buah batu, memiliki kulit yang keras dan persentase perkecambahan rendah dibandingkan dengan species lain. Untuk itu perlakuan-perlakuan tertentu dilaksanakan agar mampu memecah dormansi biji.

Beberapa cara pemecahan dormansi biji yang dapat dilakukan antara lain :
1. Biji direndam dalam air dingin-dijemur dibawah terik sinar matahari, diulang 4-5 hari.
2. Biji jati direndam dalam air dingin-air panas bergantian selama 1 minggu.
3. Biji jati pada bagian epikotil, ditipiskan kulit bijinya dengan cara diamplas, sehingga memudahkan air dan udara masuk kedalam biji.
4. Biji jati direndam dalam larutan asam sulfat pekat (H2S04) selama 15 menit, kemudian dicuci dengan air dingin setelah itu baru dikecambahkan pada media pasir.

Pasir yang digunakan dianjurkan untuk disterilkan dengan dijemur dibawah sinar matahari, digoreng sangrai atau disemprot dengan ”Benlate” agar jamur dan bakteri pengganggu mati.
Pasir jangan dipadatkan agar memudahkan munculnya daun dan batang muda dari media tabur. Biji disiram secara teratur 2x sehari agar kelembaban terjaga. Naungan diperlukan agar suhu dan kelembaban terjadi dalam kondisi yang lama. Naungan dapat berupa plastik, daun kelapa, atau naungan jenis lainnya.

Benih ditanam dengan bekas tangkainya dibawah. Supaya tidak hanyut oleh air baik karena hujan atau penyiraman, bijinya ditekan ke dalam media sedalam 2 cm kemudian ditimbun. Perkecambahan biji jati biasanya bertahap, sehingga perlu menunggu agar benih-benih tersebut dapat berkecambah secara sempurna.

Media yang digunakan untuk penyapihan adalah campuran antara pasir : tanah : kompos (7:2:1). Ukuran polybag yang digunakan adalah 10 x 15 cm. Pemupukan dilakukan dengan NPK cair (5 gram/liter air ) ketika bibit telah berumur 2 minggu, selanjutnya 2 minggu sekali pemupukan dilakukan hingga bibit berumur 3 bulan dan siap ditanam di lapangan.

Perbanyakan tanaman jati juga dapat dilakukan secara vegetatif atau perbanyakan yang dilakukan tanpa benih/biji, dengan mengambil bagian tanaman seperti daun, batang, tunas dan bagian lainnya. Pembiakan secara vegetatif untuk jati dapat dilakukan dari cara yang sederhana seperti stump, puteran hingga grafting dan kultur jaringan.

Berikut Cara Memahami Sistem Informasi Dalam Konteks UU Desa

Berikut Cara Memahami Sistem Informasi Dalam Konteks UU Desa

Lahirnya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa (UU Desa) memberikan harapan baru pada pembangunan di tingkat Desa. UU Desa memberikan ruang bagi desa untuk menjadi aktor pembangunan dengan mengedepankan adanya prinsip subsidiaritas dan rekognisi atas keberadaan desa sebagai entitas kultural sekaligus pemerintahan. Melalui UU ini, secara filosofis, negara mengakui adanya desa sebagai salah satu entitas sosio-kultural yang secara historis ada sebelum negara Indonesia dideklarasikan. UU ini mengakui desa sebagai bagian dari yuridiksi dalam ketatanegaraan formal negara.
Pengakuan Atas Desa
Pengakuan atau rekognisi dan subsidiaritas menjadi salah satu jantung penting UU Desa. Rekognisi adalah prinsip penting yang terdapat pada Undang-undang Dasar 1945 Pasal 18 huruf b. Negara mengakui dan menghormati adanya kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya selama masih ada, sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip-prinsip Indonesia sebagai sebuah negara yang diatur melalui Undang-Undang.
Pengakuan atau rekognisi merupakan pengakuan atas hak asal usul yang melekat, berkembang dan terejawantah dalam kehidupan masyarakat di tingkat desa. Subsidiaritas merupakan penetapan kewenangan berskala lokal dan pengambilan keputusan bersakala lokal untuk kepentingan masyarakat desa. Asas subsidiaritas merupakan kebalikan dari asas residualitas yang sebelumnya berlaku atas desa. Asas residualitas yang berlaku sebelumnya menempatkan desa sebagai pelaksana kewenangan dari tingkat di atasnya (supra desa). Desa sebelum UU Desa lebih memiliki kewajiban dibandingkan dengan kewenangan yang melekat sebagai entitas pemerintahan sekaligus entitas kultural.
UU Desa memperjelas posisi desa sebagai salah satu bagian integeral dari negara yang diatur secara spesifik mengingat keunikan unit sosio-kulturalnya. Otonomi Desa kini bukan lagi bagian dari otonomi daerah yang diserahkan ke desa, melainkan pemberian atas hak asal-usul yang melekat pada desa sebagai bagian dari hak bawaan. Kedudukan desa tidak lagi berada di bawah dan di dalam pemerintahan daerah; melainkan berkedudukan di Kabupaten atau kota (Pasal 5).
Pasal 4 UU Desa menjabarkan tujuan dari proses yang disebut sebagai pengaturan desa. Tujuan pokok dari “pengaturan desa” dalam UU Desa mencakup:
  • Memberikan pengakuan dan penghormatan atas Desa yang sudah ada dengan keberagamannya, sebelum dan sesudah NKRI;
  • Memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas Desa dalam sistem ketatanegaraan RI;
  • Melestarikan dan memajukan adat, tradisi dan budaya masyarakat Desa;
  • Mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat untuk pengembangan potensi dan Aset Desa guna kesejahteraan bersama;
  • Membentuk Pemerintahan Desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggung jawab;
  • Meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat desa;
  • Meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat Desa;
  • Memajukan perekonomian desa dan mengatasi kesenjangan pembangunan;
  • Memperkuat desa sebagai subjek pembangunan.
Rekognisi atas keberadaan dan wewenang desa harus dilakukan oleh semua pihak. Konsep mengakui menghilangkan atau mengurangi intervensi atau campur tangan terhadap desa yang berpotensi menghilangkan tatanan, pranata dan tata kelola yang sudah berkembang di desa. Upaya-upaya seperti pelaksanaan proyek di tingkat desa dengan tidak melibatkan atau melalui persetujuan desa adalah salah satu bentuk pelanggaran atas asas rekognisi yang dibangun melalui UU Desa.
Prinsip Subsidiaritas memberikan ruang pada desa untuk mengembangkan pendekatan yang lebih sesuai dengan konteks di desa. Urusan lokal yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat lokal baiknya dikelola oleh desa. Prinsip ini berbeda dengan prinsin penyerahan kewenangan pada konteks desentralisasi. UU Desa mengutur bahwa penetapan kewenangan lokal berskala desa menjadi kewenangan desa itu sendiri. UU memberikan kewenangan, batasan dan lingkup secara jelas atas kewenangan lokal berskala desa.
Nilai Data dan Informasi untuk Pembangunan Desa
UU Desa memperkenalkan dua model pembangunan di tingkat desa, yaitu (1) Desa Membangun dan; (2) Pembangunan Kawasan Perdesaan. Konsep Desa membangun menunjukkan jenis-jenis pendekatan pembangunan yang bertujuan untuk memperkuat masyarakat di lokal desa. Bentuk kedua menunjukkan persilangan pembangunan satu desa dengan desa lain (kawasan) yang saling beririsan. Model kedua dilakukan oleh pemerintah Provinsi dan Kabupaten dengan pelibatan dan persetujuan pemerintah dan masyarakat desa. UU Desa mewajibkan pembangunan kawasan yang berskala desa dilakukan oleh desa dan atau antar desa (pasal 85). Proses membangun desa (kawasan) dan “desa membangun” keduanya harus terintegerasi dengan baik.
Informasi dan data desa menjadi dua kata kunci dalam kedua model pembangunan di tingkat desa tersebut. Desa membutuhkan data-data penting di tingkat lokal untuk menjadi acuan dalam perencanaan pembangunan di tingkat desa. Desa harus memiliki kedaulatan data untuk dapat membuat perencanaan pembangunan yang baik dan sesuai dengan konteks dan kebutuhan di tingkat lokal. Sementara, pemerintah Daerah (provinsi dan Kabupaten) memiliki kebutuhan adanya data yang terkait dengan dengan kawasan untuk dapat melakukan pembangunan desa dalam skala yang beririsan dengan desa lainnya.
Informasi menjadi kunci lain dalam pengawasan pembangunan di tingkat desa. Masyarakat harus mendapatkan informasi yang memadai dan benar terkait dengan pembangunan di tingkat desa. Hal ini sejalan dengan prinsip perubahan di tingkat pemerintahan desa yang menjadi amanat UU desa, yaitu mewujudkan pemerintahan desa yang efisien, efektif, profesional, terbuka dan bertanggungjawab. Kedua kata kunci tersebut (data dan informasi) difasilitasi oleh satu pendekatan alat yang disebut sebagai sistem informasi desa (Pasal 86).
Sistem Informasi Desa
Mengacu pada Pasal 86 UU Desa, Sistem Informasi Desa dikembangkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Pendekatan dalam skala yang lebih kecil ini dibandingkan dengan nasional– bertujuan untuk memperkecil hilangnya kewenangan lokal berskala desa akibat penyeragaman di tingkat nasional. Tujuan dari pengaturan skala kewajiban penyediaan Sistem Informasi Desa dalam lingkup Kabupaten juga bertujuan untuk menjaga prinsip rekognisi dan subsidiaritas yang menjadi prinsip UU Desa.
Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota) berkewajiban untuk mengembangkan Sistem Informasi Desa dan Pembangunan Kawasan (pasal 86 ayat 3). Kewajiban ini melekat pada Kabupaten/Kota, bukan pada pemerintah di tingkat nasional (pusat). Sistem informasi desa juga mengandung maksud bukan sebatas aplikasi, melainkan perangkat keras, perangkat lunak (aplikasi), jaringan dan sumber daya manusia. Sistem informasi desa mengandaikan adanya bisnis proses yang jelas, tanpa mengenyampingkan jenis-jenis data dan informasi yang bersifat atau mengandung kewenangan lokal berskala desa. Penegasan pentingnya sumber daya manusia sebagai bagian dari Sistem Informasi Desa menunjukkan kewajiban pada pihak Kabupaten/Kota untuk memberikan pendampingan dan penguatan atas tata kelola informasi dan data pembangunan di tingkat desa.
Sistem informasi desa mengandung data desa, data pembangunan desa, kawasan desa dan informasi lain yang berkaitan dengan pembangunan desa. Informasi berkaitan dengan pembangunan kawasan perdesaan juga wajib disediakan oleh pemerintah di tingkat Kabupaten/Kota. Informasi-informasi ini dibuka menjadi data atau informasi publik yang dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.
Belajar dari pembelajaran penerapan Profil Desa yang berskala nasional, penerapan sistem informasi desa yang dikontrol dan diseragamkan oleh pemerintah pusat tidak lagi relevan. Penerapan secara nasional dengan menerapkan standar baku yang mengabaikan kewenangan lokal berskala desa melanggar prinsip penerapan sistem informasi yang diatur oleh UU Desa.
Akses data menjadi salah satu tantangan lain. Pengalaman profil desa menunjukkan bahwa desa hanya sebagai “pengumpul data” atau petugas dari pemerintah pusat. Implikasinya, desa tidak memiliki data yang memadai karena sudah “disetorkan” kepada pemerintah pusat. Hal ini berimplikasi kepada perencanaan pembangunan di tingkat desa. Penerapan profil desa juga tidak mempertimbangkan keragaman kebutuhan akan jenis data sesuai dengan konteks lokal. Hal ini justeru menghambat desa dalam menemukenali jenis-jenis kebutuhan data yang kontekstual dengan kebutuhan pembangunan desa dan kewenangan lokal berskala desa.
Penerapan Sistem Informasi Desa, mengacu pada semangat UU Desa, harus dikembalikan ke tingkat Kabupaten/Kota. Hal ini sejalan dengan penetapan kewenangan lokal berskala desa yang turut diatur dalam Peraturan Daerah. Sistem informasi desa perlu mengakomodir keragaman di tingkat desa. Keragaman, dalam konteks terdekat, dapat diakomodir oleh pemerintah di tingkat Kab/Kota.
Pada konteks teknologi, pemerintah nasional lebih penting menetapkan standar platform teknologi agar satu jenis aplikasi (teknologi) dapat berkomunikasi dengan teknologi lainnya. Perkembangan dunia teknologi informasi sudah memungkinkan adanya komunikasi data melalui Application Programming Interface (API). Standardisasi data apabila dilakukan tidak boleh menghilangkan peluang desa untuk tetap dapat memasukkan data-data yang terkait dengan kewenangan lokal berskala desa.
Di lain sisi, penerapan teknologi perlu mengedepankan pertimbangan ketersediaan akses masyarakat atas teknologi. Teknologi yang terlalu dipaksakan pada konteks wilayah tertentu, justeru akan menjadi hambatan tersendiri bagi pemerintah desa dan masyarakat dalam pemanfaatan data tersebut. Ketersediaan data yang tidak dibarengi dengan akses masyarakat atas data pembangunan juga menghambat partisipasi masyarakat. Penerapan Sistem Informasi harus mempertimbangkan bagaimana masyarakat dapat memanfaatkan informasi yang termuat dalam sistem informasi. Akses atas informasi menjadi prasyarat dasar untuk memastikannya.
Prinsip Penerapan Sistem Informasi Desa
Penerapan sistem informasi desa idealnya dilakukan dengan mengacu pada prinsip-prinsip penting, antara lain:
  • sistem Informasi desa adalah kewenangan dan kewajiban pemerintah daerah di tingkat Kabupaten/Kota;
  • Data yang dikelola melalui sistem informasi desa perlu ditetapkan sebagai data terbuka (open data);
  • Sistem Informasi Desa bukan semata teknologi, melainkan sumber daya manusia.
  • Penerapan Sistem informasi desa tidak boleh menghilangkan peluang, kesempatan dan upaya desa untuk membangun data yang relevan dengan kewenangan lokal berskala desa;
  • Penerapan Sistem Informasi Desa harus mengakomodir kebutuhan desa untuk tetap memiliki, mengembangkan dan menggunakan data sebagai bagian tidak terpisahkan dari perencanaan di tingkat desa;
  • Standardisasi Data dalam informasi desa tidak boleh menghilangkan kesempatan pemeratah desa untuk mengembangkan data yang relevan terkait dengan kewenangan lokal berskala desa;
Penerapan teknologi tidak boleh ditunggalkan dengan mempertimbangkan akses masyarakat atas informasi pembangunan yang berbeda-beda di setiap lokasi.
Diolah dari sumber: sekolahdesa.or.id, 29 April 2015
Kavling Produktif Durian Master Purwakarta

Kavling Produktif Durian Master Purwakarta

Hadir untuk anda semua yg ingin punya Investasi Kavling Produktif, Cukup dgn 145Juta (cash only), bisa mendapatkan Kavling Kebun Buah seluas 200m* dengan Bonus 6 Pohon Buah *Durian Master* dengan berbagai fasilitas sunnah unggulan. Berlokasi di : Purwakarta
Langsung aja Survey Lokasi atau cek TKPnya, biar lebih afdhol..

TANAH KAVLING

Yang bisa di nikmati capital gainnya dari kenaikan harga setiap tahunnya. Luas tersedia 200 m2

BONUS KEBUN DURIAN

Sebagai bonus, developer memberikan pohon durian yang nantinya akan dibantu dikelola oleh tim

BOLEH DIBANGUN VILLA KEBUN

Sisa lahan pada kavling yang Anda miliki boleh dibangun villa & Resort Sebagai sarana liburan akhir pekan atau pun disewakan.

Mengapa Durian Master
DURIAN MASTER Merupakan durian variant baru hasil temuan anak negeri bangsa indonesia, di temukan awal tahun 1972.
.
Buah Durian Master ini merupakan gabungan persilangan (bukan rekayasa genetik) dari 2 jenis pohon yaitu pohon asal hutan kalimantan sebagai batang bawah dan pohon durian non biji sebagai batang atas sehingga memiliki keunggulan lebih dibandingkan pohon durian pada umumnya, keunggulan tersebut diantaranya :
.
1. bisa ditanam di mana saja (daerah panas, sedang maupun dingin, mulai tanah pantai s/d tanah pegunungan)
2. bisa berbuah lebih cepat yaitu di usia 3 – 4 tahun ( awal buah rata-rata berat 5kg mencapai 11 buah sekali panen)
3. berbuah tidak mengenal musim, 1 tahun bisa 3x panen (panen raya, panen campuran, panen susulan)
4. dilengkapi dengan nutrisi organik, sehingga menghasilkan buah organik yang kwalitasnya terjamin
5. ciri buahnya (besar 4 s/d 15kg per buah, kulit tipis, daging tebal, biji gepeng dan lepas dari daging, rasa manis, meduk, bau harum, warna mentega)
6. harga buah di pasar stabil berkisar 30 ribu s/d 80 ribu per kg.

 Ilustrasi Hasil Panen Durian Master

Note :  Pohon Durian Master akan berbuah secara optimal setelah mencapai umur 3 – 4 tahun, dan semakin optimal pada umur diatas itu
.
​Perhitungan untuk 1 kavling dgn 6 pohon durian master:
– 1 pohon durian berbuah minimal 30 buah
– 1 buah durian master @ 8 kg
– Dalam 1 tahun panen minimal 2x
– Harga jual Rp 50.000/kg ( utk end user bisa mencapai Rp 60.000 – Rp 70.000/kg )
– 6 pohon x 30 buah x 8 kg x 2 kali panen x Rp 50.000 = Rp 144.000.000 / tahun
.
Perhitungan diatas belum termasuk kenaikan harga kavling per tahun nya.

Luas Area

22
HEKTAR
Dan masih mengalami perluasan 

Jarak Tempuh

15
MENIT
Pintu Toll Jatiluhur

Jarak Tempuh

35
MENIT
Lembang Bandung

HUBUNGI SEGERA DI PHONE/WHATSAPP
085846025179 (Azhar)